Ketika Kami Tak Cocok Lagi

22.37 Posted In Edit This 0 Comments »
Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan yang hangat yang muncul ketika saya bersandar di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa berkenalan dan bercumbu sampai sekarang dua tahun dalam masa pernikahan. Harus saya akui, saya mulai merasa lelah dengan semua itu.
Alasan saya mencintainya pada waktu dulu, telah berubah menjadi sesuatu yang melelahkan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti anak kecil yang menginginkan permen. Dan suami saya bertolak belakang dari saya, rasa sensitifnya kurang dan ketidakmampuannya untuk menciptakan suasana yang romantis di dalam pernikahan kami telah mematahkan harapan saya tentang cinta.
Suatu hari akhirnya saya memutuskan untuk mengatakan keputusan saya kepadanya. Saya menginginkan perceraian.
"Menagpa.??" dia bertanya dengan terkejut.
"Saya lelah, terlalu banyak alasan di dunia ini" jawab saya.
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam dengan rokok yang tidak putus-putusnya. Kekecewaan saya semakin bertambah. Seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya.?? Dan akhirnya dai bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubah pikiranmu.??"
Seseorang berkata, mengubah kepribadiaan orang lain sangatlah sulit, dan itu benar. Saya pikir, saya melai kehilangan kepercayaan bahwa saya bisa mengubah pribadinya. Saya menatap dalam-dalam matanya dan menjawab dengan pelan, "Saya punya permintaan untukmu. Jika kamu dapat menemukan jawabannya yang ada di dalam hati saya, mungkin saya akan berubah pikiran. Seandainya, katakanlah saya menyukai bunga yang ada di tebing gunung dan kita berdua tau, jika kamu memanjat tebing gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya.??"
Dia berkata, "Saya akan memberikan jawabanya besok."
Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya melihat selembar kertas sengan coret-coretan tangannya, di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat, yang bertuliskan:
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu. Tetapi izinkan saya untuk menjelaskan alasanya
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya mencoba untuk sekuat tenaga melanjutkan membacanya kembali........
"Kamu hanya bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan motor. Lalu saya harus memberikan jari-jari saya untuk memperbaiki programnya."
"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, da saya harus memberikan kaki saya supaya bisa masuk mendobrak rumah, membuka pintu untukmu."
"Kamu suka berjalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi dan saya memberikan mata untuk mengarah kamu.
"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'tamu' kamu datang."
"Kamu senang diam di rumah, dan say khawatir kamu jadi 'aneh'. Lalu saya harus memberikan mulut saya untuk menceritakan lelucon dan cerita-cerita untuk menyburkan kebosananmu."
Kamu selalu menatap komputer da tiu tidak baik untuk kesehatan matamu. Saya harus menjaga mata saya sehingga ketika nanti kita tua, saya masih bisa dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu. Saya akan memegang tanganmu, menelusuri pantai, dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga kepadamu yang bersinar seperti wajah cantikmu....."
Juga sayangku, say begitu yakin ada banyak orang yang mencintaimu lebih dari cara saya mencintaimu. Tapi saya tidak akan mengambil bunga itu lalu mati........."
Air mata saya jatuh ke tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur dan saya membaca kembali..........
"Dan sekarang sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana dengan susu segar da roti kesukaanmu....."
Saya segera membuka ointu dan melihat wajahnya yang dulu dangat say cintai. Dia begitu penasaran sambil tanganya memegan susu da roti. Saya tidak kut lagi langsung memeluknya dan rebah di bahunya yang bidang sambil menangis.......
(suara merdeka.com semata-mata fakta, copyright 2004)

0 komentar: